Monday, May 03, 2004
Menjelang hari raya, seorang ayah membeli beberapa gulung kertas kado. Putrinya yang masih kecil, masih balita, meminta satu gulung.
"Untuk apa," tanya sang ayah.
"Untuk kado, mau kasih hadiah," jawab si kecil.
"Jangan dibuang-buang ya," pesan si ayah, sambil memberikan satu
gulungan kecil.
Persis pada hari raya, pagi-pagi si cilik sudah bangun dan membangunkan ayahnya, "Pa, Pa, ada hadiah untuk Papa."
Sang ayah yang masih malas-malasan, matanya pun belum melek, menjawab, "Sudahlah nanti saja."
Tetapi, si kecil pantang menyerah, "Pa, Pa, bangun Pa sudah siang."
"Ah, kamu gimana sih, pagi-pagi sudah bangunin papa."
Sekilas, ia mengenali kertas kado yang pernah ia berikan kepada anaknya.
"Hadiah apa nih?"
"Hadiah hari raya untuk Papa. Buka dong Pa, buka sekarang."
Sang ayah pun membuka bingkisan itu.
Ternyata di dalamnya hanya sebuah kotak kosong.
Tidak berisi apa pun juga. "Ah, kamu bisa saja. Bingkisannya kok
kosong. Buang-buang kertas kado Papa. Kan mahal?"
Si kecil menjawab, "Nggak Pa, enggak kosong. Tadi Putri masukin begitu
banyak ciuman untuk Papa."
Sang ayah terharu, ia mengangkat anaknya. Dipeluknya, diciumnya.
"Putri, Papa belum pernah menerima hadiah seindah ini. Papa akan selalu
menyimpan boks ini. Papa akan bawa ke kantor dan sekali-sekali kalau
perlu ciuman Putri, Papa akan mengambil satu. Nanti kalau kosong diisi lagi ya!"
Boks kosong yang sesaat sebelumnya dianggap tidak berisi, tidak
memiliki nilai apa pun, tiba-tiba terisi, tiba-tiba memiliki nilai yang
begitu tinggi.
Apa yang terjadi ?
Lalu, kendati kotak itu memiliki nilai yang sangat tinggi di mata sang
ayah, di mata orang lain tetap juga tidak memiliki nilai apa pun. Orang
lain akan tetap menganggapnya kotak kosong. Kosong bagi seseorang bisa dianggap penuh oleh orang lain. Sebaliknya, penuh bagi seseorang bisa dianggap kosong oleh orang lain.
Kosong dan penuh dua-duanya merupakan produk dari "pikiran" anda
sendiri. Sebagaimana anda memandangi hidup, demikianlah kehidupan anda.
Hidup menjadi berarti, bermakna, karena anda memberikan arti kepadanya, memberikan makna kepadanya.
Bagi mereka yang tidak memberikan makna, tidak memberikan arti, hidup ini ibarat lembaran kertas yang kosong....
Aku merubung sunyi
melihatnya dengan akrab
dan bercanda dengannya
aku merubung sunyi
mencumbuinya
bersetubuh dengannya
lalu sunyi hamil
sepi pun lahir
menggeser buncah
hening yang rupawan
sepi merangkak
dalam separuh kehidupan
dia telah berjalan
aku cinta kau
sunyi...
dalam kesenyapan yang mencengkeram
Perlahan sepi berpamit
tanpa mengusik debu dia beringsut pergi
menutup perlahan pintu
berjingkat keluar
lalu berlari kepada sunyi
dan menangis di pundaknya
mengapa kelam meninggalkan aku
mengapa gelap tak lagi bersatu
mengapa hitam tak memandangku lagi
aku benar-benar terlempar ke kesenyapan
dalam dingin sumur tak berdasar
aku nanar
seperti tersasar
semua hambar
lalu binarku pudar
perlahan
perlahan
menitik jauh
dalam legam yang lain
yang asing...
KASIHAN ya negeri kita ini. Selalu menjadi bangsa yang diperbudak, dijajah, dan dikeruk habis-habisan kekayaannya tanpa bisa melakukan perlawanan. Meski demikian, kita tetap diam saja. Santai, no problemo. Kenapa?
HUTAN kita habis dibabat. Orang Indon "bodoh"! Kita ambil kayu mereka, mereka diam saja, (pura-pura) tak tahu.
IKAN di perairan kita, apalagi. Jangankan ikan yang harus diuber dulu, pasir laut atau tepatnya pulau pun habis digeruk! Diklaim, diserobot, dan sebagainya.
TENAGA kerja kita di luar negeri juga diembat abis-abisan. Tanpa ada proses hukum yang dapat menyeret pelakunya (karena aku tidak dengar atau aku yang kuper?). Disiksa, DIPERKOSA, bahkan sampai dibunuh! Padahal, katanya, mereka adalah pahlawan-pahlawan penghasil devisa bagi negara.
MARAKNYA pornografi (asyik...). Sebuah bentuk penjajahan terhadap moralitas anak-anak bangsa, yang katanya aset nasional, penerus bangsa (masak iya he-he...). Di Glodok VCD porno kemarin diobral 10.000 dapet empat! Mereka uda kalah bersaing dengan hadirnya DVD porno yang lebih jernih gambarnya dengan lenguhan suara lebih yahut dan dengan goyangan yang lebih maut keluaran tahun terakhir (aku kan juga pernah beli he he...)! Harganya, hmmm.. jangan tanya... murah meriah euy...!
YANG terakhir, tapi bukan yang paling akhir, adalah tinta pemilu. Waduh... bisa ngakibatin kangker!!! syereeeemm.. huiii.... Kok bisa sampai lolos ya? Lupa, enggan, ngga mau (sebodo teing), apa ngga tahu? Emang kita ngga bakal bisa sih ngecekin satu-satu botolan tinta dari India itu.., tapi... gimana ya? Bayangin kalo yang pada nyoblos kejet-kejet trus mati semua? Siapa yang akan ikut pemilu presiden?
Apakah kita akan mengguggat perusahaan tersebut sekalian negaranya?
MASA sih negara tetangga yang penadah koruptor Indonesia yang lari dan pencuri hasil bumi kita aja bisa berdalih segala macam (termasuk menolak perjanjian ekstradisi dll)? Kenapa kita ngga berani "mengganyang" mereka dengan cara yang elegan?
BEBERAPA contoh di atas hanya beberapa saja yang membuat bangsa kita ini seperti bangsa banci. Kasihan ya kita. Hanya berani "rame" di rumah sendiri, keluar? Eit, tunggu dulu....